Kota-Kota
Nusantara
Perkembangan
Kota Pesisir di Nusantara
Kota
pesisir atau yang biasa disebut waterfront
city merupakan kawasan perkotaan yang berada di tepi air seperti laut,
sungai, danau, dan sebagainya. Kota ini memeiliki karakteristik open access dan
juga multi fungsi. Contoh kota pesisir di Indonesia antara lain, Banten,
Cirebon, dan Makassar. Perkembangan kota pesisir dimulai dari factor geografis
dan sejarah Indonesia pada satu abad terakhir. Di Indonesia, kota pesisir
berawal dari pelabuhan dan kawasan pesisir yang mejadi pusat kegiatan
perdagangan dan pemerintahan kota. Perkembangan kota ini sangat pesat, dimulai
dari di tepi air, kemudian meluas hingga ke daratan lainnya yang dominan
perkembangannya dominan menjadi lebih pesat. Perkembangan kota pesisir di
Indonesia selalu berawal dari pelabuhan dan kawasan pesisir yang menjadi pusat
kegiatan perdagangan dan pemerintahan kota. Kota ini telah menjadi bagian dari rute dan pintu
gerbang perdagangan internasional, pertukaran budaya bangsa, dan lambang
kemakmuran bangsa serta kesejahteraan rakyat, sehingga memainkan peran ekonomi
dan sosial-budaya yang penting dalam perkembangan budaya Nusantara. Kota
pesisir memiliki ciri seperti aksesbilitas yang baik, karena kebanyakan pintu
gerbang kota ini yaitu pelabuhan, dimana banyak sekali kegiatan masyarakat yang
bertempat disana, salah satunya perdagangan. Selain itu, Indonesia juga
merupakan negara kepulauan, pasti banyak terjadi proses pertuakaran barang dan
jasa maupun migrasi di pelabuhan tersebut. Sehingga kota ini berpotensi menjadi
pusat perdagangan, jasa industri, dan pariwisata. Meskipun memiliki potensi
yang baik, kota pesisir juga merupakan kawasan rentan bencana yang besar,
seperti tsunami dan abrasi pantai.
Kota pesisir juga memiliki struktur
morfologis sendiri. Adapun struktur morfologis kota pesisir antara lain :
- Didominasi
oleh kawasan tempat tinggal penguasa seperti keraton, alun-alun, masjid
pada kota dengan pengaruh islam. Seperti yang kita tahu, pada zaman dahulu
persebaran agama islam saat kuat dengan melalu perdagangan dan jalur
perairan. Dengan pintu utama pelabuan, maka pesebaran agama islam di kota
pesisir bisa dibilang sangat pesat. Hal ini terbukti dengan adanya
kerajaan-kerajaan islam serta tempat peninggalannya seperti keraton islam
dan masjid
- Dominasi
pada armada laut, meguasai perairan dagang. Contohnya pada masa kerajaan
Sriwijaya
- Memiliki
hubungan yang kuat dengan daerah pedalaman (hinterland). Contohnya pada
kota Banten yang banyak terdapat peninggalan-peninggalan sejarah dikota
tersebut
- Struktur
kota ditandai dengan gradasi konsentrik istana dan bangunan suci sebagai
pusat, dikelilingi permukiman aristocrat dan pemuka agama. Di ring luar
dihuni kelas menengah, dan ring paling luar dihuni masyarakat kebanyakan
serta pedagang asing.
Tipe kota
konsentrik yaitu seperti lingkaran, dengan pusat kota ditengah. Lanjut ke ring
selanjutnya yaitu hunian masyarakat menengah dan ring terluar merupakan hunian
para bangsawan atau masyarakat keatas. Tipe ini juga sudah diterapkan pada kota
pesisir di nusantara pada zaman dahulu
Kehancuran Kota-Kota Nusantara
Kota-kota
di Indonesia juga pernah mengalami masa kemunduran dan kehancuran. Apalagi
setelah datangnya para pedagang dari Eropa. Berikut beberapa penyebab hancurnya
kota-kota di nusantara :
- Kedatangan
bangsa Eropa sebagai pedagang (abad ke-17). Para pedagang eropa datang ke
Indonesia melalui jalur laut, sehingga menyebabkan kawaasan perdagangan
disekitar pesisir semakin pesat. Hal ini menyebabkan banyak penduduk yang
awalnya tinggal ditengah kota pindah ke kawasan pesisir. Perpindahan
penduduk ini sulit diantipasi pada masa itu, sehingga pusat kota menjadi
sepi
- Pos
perdagangan merusak system ekonomi Indonesia, seperti adanya monopoli
perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Eropa
- System
pertukaran barang Eropa yang menyederhanakan birokrasi perdagangan (pajak
lokal berkurang). Akibat pajak lokal berkurang, maka pendapatan didaerah
tersebut juga berkurang, sehingga penyediaan infrastruktur dikota tersebut
menjadi terhambat
- Muncul
kota Indiche yang dikelola oleh Belanda. Para bangsa Eropa yang datang dan
melakukan perdagangan di Indonesia tentu tidak dalam jangka waktu yang
sebentar. Untuk menjaga kepentingan bangsa tersebut, maka mereka
mendirikan permukiman sendiri khusus untuk pedagang asing (bangsa Eropa).
Hal ini juga menjadi salah satu penyebab kehancuran kota di nusantara pada
masa itu
Perkembangan Kota Kolonial
KOTA KOLONIAL (KOTA TRIPATRITE)
Dibentuk oleh 3 elemen (Nas. 1997)
o Kawasan Pribumi (kraton – kampung)
Kawasan
tempat tinggal yang dihuni oleh para pribumi pada masa kolonial. Biasanya
ditempatkan menurut sekumpulan yang menghuni kawasan tersebut, yaitu para
pribumi.
o Kawasan Pecinan (bangunan shop
house)
Kawasan
pecinan biasanya kawasan perdagangan yang mayoritas dilakukan oleh masyarakat
Tionghoa. Kawasan ini biasa berbentuk toko-toko yang berjejer di sepanjang
jalan.
o Kawasan Asing (Eropa – dibentuk dari
benteng dan perumahan pegawai kolonial)
Kawasan
ini berisi perumahn tempat tinggal para para petinggi Eropa dan pegawainya.
Biasanya dilengkapi benteng untuk melindungi tempat tinggal mereka.
KONFIGURASI 3 ELEMEN TIDAK SEMUA SAMA
Elemen lain dapat mendominasi satu sama lain, contoh:
·
Kawasan
Pribumi : benteng mendominasi kraton
·
Kawasan
Lasem : kawasan pecinan lebih mendominasi
·
Kawasan
Palembang : kraton lebih dominan dari pada benteng
·
Kota
Manado : benteng lebih dominan dari kraton
|
Kota
Manado
sumber: www.bode-talumewe.blogspot.com
|
|
Gambar 2. Kota
Batavia
sumber: https://ariesaksono.wordpress.com/2007/12/19/
|
|
|
Kota
Lasem, Rembang
sumber : http://klentengtao.com/author/admin/
|
|
Palembang,
Kerajaan Sriwijaya
sumber: http://kesultanan-palembang.blogspot.co.id/2012/01/sejarah-misteri-kerajaan-sriwijaya.html
|
MODERNISASI
KOTA KOLONIAL
Yang
mempengaruhi modernisasi kota kolonial adalah terjadinya interaksi dengan
kota-kota metropolitan dunia. Proses terjadinya modernisasi tersebut bersifat konvergen
dan divergen.
Fragmented City
Fragmented city atau yang dalam bahasa Indonesianya
adalah Kota Terpecah adalah kota yang bentuknya adalah terpecah-pecah.
sebenarnya jika dilihat dalam skala kecil kota ini termasuk kota yang kompak
dan teratur, namun dalam proses perkembangannya tidak secara teratur sehingga
setelah berkembang maka kota ini termasuk dalam kota yang berbentuk tidak
kompak dan terpecah-pecah. kota yang terpecah-pecah ini membentuk sebuah
exclaves, dimana kota-kota disekitarnya tidak berhubungan langsung dengan kota
induknya, sehingga kota-kota tersebut berhubungan namun tidak secara langsung
berhubungan dengan induknya. hal ini bisa terjadi karena bentuk kota tersebut
tidaklah teratur melainkan berpencar-penar. gejala atau hal yang dapat dilihat
apakah kota tersebut merupaka kota yang terpecah adalah dapat dilihat dari
terjadinya perluasan wilayah kota tersebut, adanya pembuatan jalan lingkar,
adanya pertumbuhan memanjang, dan adanya pusat-pusat kegiatan baru. sedangkan
dampak yang dihasilkan dari kota yang berbentuk terpecah-pecah ini adalah
spekulasi pemilikan lahan, defisiendi infrastruktur, dan kota berkembang dengan
bentuk terpecah-pecah (fragmented city).
Bentuk kota dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk
kompak dan tidak kompak. Fragmented city atau bisa disebut sebagai kota
terpecah merupakan salah satu bentuk kota yang tidak kompak. Kota ini berbentuk
seperti satellite yang terdiri dari kota induk dan daerah sekitarnya.
Definisi Fragmented city menurut Balbo,
1997, adalah :
1.
Kota-kota di dunia ketiga yang tersusun dari bagian-bagian yang tidak membentuk
suatu keseluruhan yang homogen sebagai sebuah organisme tunggal.
2.
Kota-kota yang terangkai secara fisik menjadi satu tapi secara arsitektural dan
sosial terpisah
3.
Merupakan fragmen-fragmen (pecahan-pecahan) yang disebaban oleh proses
urbanisasi yang menghasilkan pola diskontuinitas yang menerus.
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Fragmented city sendiri merupakan kota yang bentuk awalnya kompak dalam skala
kecil dan saling menyatu sehingga membentuk kota besar. Namun, perluasan areal
kota tersebut tidak langsung menyatu dengan induknya karena terdiri dari
areal-areal yang mempunyai karakter berbeda dari segi arsitektual maupun
sosialnya. Kota dengan bentuk fragmented city ini banyak ditemui di negara
berkembang yang awalnya merupakan permukiman perdesaan yang berkembang menjadi
kota karena dipengaruhi proses urbanisasi.
Kelompok 10
Ariesa Ertamy 08151004
Dahlia Nur Hidayanti 08151010
Maghfirah R.I. 08151018
Roja Rofifah 08151036