Kamis, 20 Desember 2018

Pengelolaan Pariwisata Pesisir di Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Selaya, Sulawesi Utara

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam kedua terbesar di dunia setelah Brazil, begitupun dengan kekayaan biota lautnya. Dimana diketahui Indonesia memiliku luasan laut mencapai 5.176.800 km2 dengan panjang pantai 95.181 km yang memiliki jumlah biota laut sebesar 7.714 spesies (Setiawan, 2000). Sehingga dapat dikatakan Indonesia memiliki potensi wilayah pesisir yang sangat besar. Berdasarkan data, jumlah kabupaten atau kota yang mempunyai wilayah pesisir di Indonesia pada tahun 2002 adalah sebanyak 219 kabupaten atau kota, dengan kata lain terdapat 68% diantaranya yang memiliki wilayah pesisir. Kabupaten atau kota di Indonesia masing-masing memiliki karakteristik fisik wilayah pesisir yang berbeda. Sehingga membutuhkan penanganan pengelolaan yang berbeda. Salah satunya adalah Kepulauan Taka Bonerate yang berada di Kabupaten Selayar, Sulawesi Utara, ini memiliki potensi sumber daya pesisir yang beragam dan perlu dikembangkan pemanfaatannya guna kesejahteraan masyarakat. Salah satu potensi yang dapat ditemukan dalam Kepulauan Taka Bonerate adalah potensi sebagai pariwisata bahari. Sehingga pengembangan yang harus dilakukan terhadap daerah ini adalah dengan memperhatikan segala aspek yang ada untuk mengembangkannya menjadi daerah pariwisata.
Taman Nasional Taka Bonerate merupakan salah satu Taman Nasional Laut yang mempunyai ciri yang khas topografi kawasan yang sangat unik, dimana atol yang terdiri dari gugusan pulau-pulau gosong karang dan rataan terumbu yang luas dan tenggelam, membentuk pulau-pulau dengan jumlah yang cukup banyak. Karang atol di Taman Nasional Taka Bonerate ini merupakan karang atol terbesar ketiga di dunia dengan luas sekitar 220.000 Ha dan terumbu karang tersebar datar seluas 500 km2 (Suharsono et al., 1995). Keanekaragaman hayati di Taman Nasional Taka Bonerate juga sangat tinggi, terdapat 261 jenis terumbu karang yang sudah teridentifikasi, 295 jenis ikan karang dan beberapa jenis ikan ekonomis penting, 244 jenis moluska, serta berbagai jenis penyu (Setiawan, n.d.). Akan tetapi pengembangan Taman Nasional Taka Bonerate sebagai salah satu destinasi utama dari wisata bahari masih belum begitu dikenal jika dibandingkan dengan Taman Nasional Bunaken dan Taman Nasional Wakatobi. Hal tersebut dikarenakan rendahnya promosi dan aksesibilitas yang sulit menuju Taman Nasional Taka Bonerate.
Potensi wisata bahari yang dimiliki Kepulauan Taka Bonerate sebenarnya masih sangat beragam, sayangnya pengembangannya belum dilakukan secara maksimal. Sebenarnya sektor bahari di kepulauan ini cukup menjanjikan bagi pengembangan potensi pesisir dan laut, dimana selain letaknya yang strategis, yaitu di gugusan karang atol terbesar ketiga dunia, terdapat panorama bawah laut sangat menarik dengan keanekaragaman biota yang tinggi, karang dengan keanekaragaman tinggi serta adanya goa-goa yang berada di dinding terumbu. Perairan jernih dengan jarak pandang sampai 30-40 meter. Pola arus tidak terlalu kuat yang dapat dipakai sebagai sarana kegiatan dalam menikmati pemandangan bawah laut. Selain keindahan alam bawah laut, pengunjung juga  dapat menyaksikan berbagai jenis flora yang tumbuh hijau di sepanjang pantai. Di samping itu, taman nasional ini juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan  pembudidayaan (Saputra, 2016).
Kepulauan Taka Bonerate terdiri dari 21 pulau, akan tetapi hanya terdapat 7 pulau yang berpenghuni secara tetap yaitu Pulau Rajuni Besar, Pulau Rajuni Kecil, Pulau Tarupa Kecil, Pulau Latondu, Pulau Jinatu, Pulau Pasitalu Tengah dan Pulau Pasitalu Timur. Penduduk yang tinggal di daerah tersebut merupakan tiga kelompok etnik suku Bajo, Bugis dan Buton. Hampir seluruh penduduk yang mendiami Taka Bonerate adalah bermata pencaharian sebagai nelayan dengan alat tangkap yang masih tradisional. Ditambah masyarakat di kepulauan tersebut sangat bergantung dengan sumber daya laut Taka Bonerate dan tidak mempunyai keterampilan lainnya (Saputra, 2016).
Adapun penanganan dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar masih terkesan lambat untuk ikut mempromosikan Taman Nasional Taka Bonerate. Salah satunya adalah kondisi sarana dan prasarana pendukung wisata yang kurang memadai, seperti belum ada pelayaran reguler yang menghubungkan antara Pulau Selayar dengan pulau-pulau di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. Sehingga memerlukan waktu tempuh yang sangat lama sekitar 6-8 jam menggunakan transportasi laut mengingat lokasi Taman Nasional Taka Bonerate cukup jauh dari ibu kota kabupaten (Saputra, 2016). Hal ini didukung dengan kurang sigapnya pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang menghambat perkembangan pembangunan di wilayah pesisir Taka Bonerate, selain itu program antara pengelola kawasan Taka Bonerate dengan pemerintah daerah masih belum sepenuhnya bisa berjalan beriringan. Akibatnya Taman Nasional Taka Bonerate kurang diminati bila dibandingkan dengan Taman Nasional Wakatobi misalnya, padahal kedua kawasan ini sama-sama ditetapkan sebagai taman nasional dalam waktu yang berdekatan.
Berdasarkan kondisi eksisting yang terdapat di Taman Nasional Taka Bonerate, dapat diketahui bahwa taman nasioanal tersebut memiliki potensi wisata bahari yang sangat potensial dengan keindahan terumbu karang dan biota lautnya. Namun, potensi yang sedemikian besar ini kurang mendapat perhatian oleh masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Masyarakat belum bisa memanfaatkannya secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan ilmu dan keterampilan pada masyarakat sekitar Kepulauan Taka Bonerate, akibatnya pendapatan masyarakatnya rendah dan kurang dapat berkontribusi besar bagi pendapatan daerahnya. Begitu juga dengan pemerintah, kebijakan-kebijakan yang pro terhadap pelestarian sumber daya alam khususnya ekosistem sumber daya hayati belum menunjukkan adanya keinginan yang tegas dan jelas. Akibat kurangnya kesadaran menjaga lingkungan, pengerukan sumber daya secara besar-besaran, dan keterbatasan mengenai teknologi yang mengakibatkan pengambilan hasil laut secara ilegal yang membuat kerusakan pada ekosistem laut khususnya terumbu karang.
Masalah yang terdapat di Taman Nasional Taka Bonerate dapat diatasi dengan melakukan pengembangan pengelolaan wilayah pesisir melalui wisata bahari. Pengembangan pesisir yang memang dinilai cukup menjanjikan adalah selain dengan menjadikannya sebagai daerah penangkapan ikan ataupun budidaya yaitu dengan menjadikan wilayah pesisir tersebut menjadi sebuah tempat yang selalu digemari yakni sebagai tempat pariwisata, apalagi bila ditawarkan berbagai kegiatan wisata yang dapat bersifat ekonomis, yang dapat menambah peningkatan pendapatan devisa negara dan peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan, seperti pemancingan hingga wisata olahraga air. Namun, sebelumnya diperlukan upaya dari pemerintah agar pariwisata di Taman Nasional Taka Bonerate semakin dikenal wisatawan. Upaya-upaya tersebut diantaranya dengan membenahi strategi pengembangan wisata laut melalui peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pengembangan wisata laut, serta penyediaan sistem informasi pariwisata dan program promosi. Selain itu juga perlu memppertimbangkan faktor penunjang seperti akses transportasi, telekomunikasi dan lainnya. Dengan demikian rencana pengembangan pariwisata bahari dapat terukur dan tetap sasaran.
Akan tetapi, apabila sudah terciptanya sebuah kegiatan wisata di daerah pesisir maka banyak juga hal yang perlu diperhatikan terutama masalah ekologisnya. Hal ini memang penting, bercermin pula pada pesisir yang sudah maju yang tidak memperhatikan kondisi ekologi dalam pengembangannya maka akan terjadi pencemaran, overfishing, degradasi fisik habitat pesisir, dan abrasi pantai. Sehingga diperlukan pengelolaan pariwsata pesisir yang terpadu dan berkelanjutan yang utamanya memperhatikan konsep yang seimbang antara pembangunan dan konservasi. Oleh karena itu, kehadiran Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil diharapakan untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengelolaan wilayah pesisir dengan harapan bahwa keragaman sumber daya alam yang tinggi dan sangat penting yang terkandung di dalamnya dapat dikembangkan untuk kepentingan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan hidup agar dikelola secara berkelanjutan dan terpadu dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat.
            Adapun demi kelancaran perencanaan dan pengelolaan pariwisata pesisir di Taman Nasional Taka Bonerate tersebut diperlukan keterlibatan dan partisipasi dari beberapa stakeholder terkait seperti harus adanya koordinasi antara Pemerintah Daerah dan masyarakat sekkitar termasuk pengelola taman nasional. Dengan menerapkan prinsip co-responsibility yaitu bahwa keberadaan kawasan Taman Nasional Taka Bonerate menjadi tanggung jawab bersama karena pengelolaan kawasan wisata bahari merupakan tujuan bersama Ketiga prinsip tersebut dilaksanakan secara terpadu, sehingga fungsi kelestarian ekosistem dalam kawasan aman Nasional Taka Bonerate dapat tercapai dengan melibatkan secara aktif peran serta masyarakat sekitar. Oleh karena itu agar masyarakat mampu berpartisipasi, maka perlu peningkatan pemberdayaan baik ekonomi, sosial dan pendidikan. Untuk meningkatkan itu semua, dibutuhkan peran pemerintah dan pihak terkait dalam memberdayakan masyarakat sekitar kawasan agar meningkat kesejanteraannya. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pemanfaatan potensi pariwisata yang ada di Takabonerate, agar mereka dapat merasakan keuntungan dari proses tersebut. Dengan demikian, mereka akan turut dalam melestarikan potensi tersebut. Selain itu pemerintah juga sebaiknya membangun dan meningkatkan sarana prasarana, salah satunya dengan membuat jalur transportasi yang memadai dari Pulau Selayar ke Takabonerate agar pulau tersebut mudah dijangkau dan dapat lebih dikenal oleh para wisatawan. Dengan begitu, pariwisata di Taman Nasioanal Taka Bonerate akan meningkat dengan pesat.



DAFTAR PUSTAKA

Saputra, Dedi H. 2016. Potensi Wisata di Pulau Takabonerate. WSBM Universitas Hasanuddin
Setiawan, Heru. 2000. Pengembangan Wisata Bahari di Taman Nasional Taka Bonerate  dan Implikasi Pengelolaannya. https://www.academia.edu/11063462/ diakses pada 18 Desember 2018
Suharsono et al., 1995. Wisata Bahari Kepulauan Taka Bonerate dan Kepulauan    Lucipara. Puslitbang Oceanologi LIPI, Jakarta
Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-         Pulau Kecil

Senin, 05 Desember 2016

ARAHAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN FASILITAS PERIBADATAN MASJID DAN MUSHOLLA/LANGGAR DI KECAMATAN BALIKPAPAN TENGAH

Dosen Pengajar:
Achmad Ghozali S.T., M.T. dan Mega Ulimaz S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Bagus Erik Prabowo               (08151006)
M. Bintang Wahyu Aji             (08151025)
Roja Rofifah                            (08151036)
Safitri Wardani                        (08151038)
Sari Febrianty S.                     (08151039)
Wiby Alex Ando S.                 (08151043)

BAB I PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Republik Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia Tenggara yang terletak di garis Khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Karena letaknya yang berada di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia sering disebut sebagai Nusantara. Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang tersebar dari sabang hingga merauke, berbagai macam suku, serta bahasa dan agama yang berbeda. Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalimantan Timur dikenal sebagai pulau yang memiliki berbagai macam sumber daya alam yang berlimpah. Balikpapan adalah kota besar di Provinsi Kalimantan Timur yang dijuluki banua patra (kota minyak) atau Bumi Manuntung (Cerita Rakyat Nusantara).
Kota Balikpapan secara astronomis terletak di antara 1,0 LS – 1,5 LS dan 116,5 BT – 117,0 dengan luas sekitar 50.330.570 Ha sekitar 503,3 km2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160,10 km2. Batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kertanegara, sebelah selatan berbatasan dengan Selat Makasar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makasar. Secara administratif dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pembentukan 7 Kelurahan Dalam Wilayah Kota Balikpapan, dan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Kecamatan Balikpapan kota dalam Wilayah Kota Balikpapan. Balikpapan terdiri dari 6 Kecamatan dan 34 Kelurahan, yaitu Kecamatan Balikpapan Timur, Kecamatan Balikpapan Selatan, Kecamatan Balikpapan Tengah, Kecamatan Balikpapan Utara, Kecamatan Balikpapan Barat dan Kecamatan Balikpapan Kota (Balikpapan.go).
Kecamatan Balikpapan Tengah memiliki luas wilayah perairan 9,97 km2 dan wilayah darat 11,0738 km2. Kecamatan ini memiliki 6 kelurahan dan 323 jumlah rukun tetangga yang terdiri dari Kelurahan Gunung Sari illir dengan luas daerah 1,1410 km2 dengan 69 RT, Kelurahan Gunung Sari Ulu memiliki luas daerah 1,8252 km2 dengan 34 RT. Kelurahan Mekar Sari 1,1866 km2 dengan jumlah 35 RT, Kelurahan Karang Rejo luas daerah 1,2050 km2 dengan jumlah 66 RT. Kelurahan Sumber Rejo luas daerah 2,205 km2 dengan jumlah 44 RT, dan Karang Jati dengan luas daerah 3,411 km2 jumlah rukun tetangga  sebanyak 37 RT. Jumlah penduduk Kecamatan Balikpapan Tengah sebanyak 119.167 jiwa yang tercatat dalam Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan (BPS Kota Balikpapan).
Kecamatan Kota Balikpapan Tengah merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah kepadatan penduduk sebanyak 10.765 jiwa per km2. Karena meningkatnya jumlah penduduk di kecamatan ini sehingga pembangunan infrastruktur juga akan meningkat sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari beberapa teori dan model yang senantiasa berkembang dan telah diuji terapkan serta kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Dalam sejarah pengembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya (Putri Nirwana, 2016).
Begitu halnya yang terjadi pada di Kecamatan Balikpapan Tengah, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, kecamatan ini dianggap memiliki potensi bertransformasi menjadi kota metropolitan yang berpengaruh. Berbagai infrastruktur telah dibangun dan akan terus dibangun sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pengembangan wilayah berdasarkan koridor RTRW 2012-2032 yang telah ditetapkan sebelumnya. Infratruktur merupakan fasilitas yang penting dalam pembangunan suatu kawasan atau wilayah, karena dapat meningkatkan perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan Infrastruktur. Salah satu infrastruktur yang dibutuhkan dan dibangun adalah fasilitas peribadatan.
Fasilitas peribadatan di Kecamatan Balikpapan Tengah tersebar di 6 kelurahan dengan jumlah penduduk yang beragama Islam lebih banyak dibandingkan agama lain, yaitu sebanyak 105.433 jiwa (Balikpapan Tengah Dalam angka 2016). Pertumbuhan penduduk yang beragama Islam pun cukup signifikan, dari tahun 2012 jumlah penduduk yang beragama Islam sebanyak 97.638 jiwa. Pada tahun 2013 sebanyak 100.012 jiwa dan pada tahun 2014 sebanyak 103.127 jiwa. Dengan pertumbuhan penduduk yang pesat di kecamatan ini khususnya penduduk yang beragama Islam, hal ini melatarbelakangi penulis dalam membuat laporan yang bejudul “Arahan Pengendalian Pembangunan Fasilitas Peribadatan Masjid Dan Musholla/Langgar Di Kecamatan Balikpapan Tengah”.

1.2       Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu “Bagaimana tingkat pelayanan fasilitas peribadatan di Kecamatan Balikpapan Tengah?”

1.3       Tujuan dan Sasaran
Tujuan yang akan dicapai dari penulisan laporan ini adalah mengevaluasi tingkat pelayanan fasilitas peribadatan di Kecamatan Balikpapan Tengah. Adapun sasaran yang akan dicapai adalah:
1.      Identifikasi sebaran fasilitas peribadatan eksisting dan rencana di Kecamatan Balikpapan Tengah
2.      Analisis cakupan pelayanan eksisting fasilitas peribadatan di Kecamatan Balikpapan Tengah sesuai dengan standar
3.      Evaluasi kondisi eksisting pelayanan dan rencana fasilitas peribadatan di Kecamatan Balikpapan Tengah
4.      Rekomendasi arahan persebaran pelayanan fasilitas peribadatan Kecamatan Balikpapan Tengah

1.4       Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari laporan ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup wilayah yang dijelaskan sebagai berikut:
1.4.1    Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan pada laporan ini adalah Kecamatan Balikpapan Tengah dengan mengidentifikasi sebaran lahan terbangun, menganalisis cakupan pelayanan fasilitas peribadatan sesuai dengan standar, mengevaluasi kondisi eksisting pelayanan fasilitas peribadatan dan memberikan rekomendasi arahan persebaran pelayanan fasilitas peribadatan baik kondisi eksisting maupun rencana. Data yang disajikan dianalisis dengan menggunakan beberapa tools dalam GIS yaitu analysis tools buffer.

1.4.2    Ruang Lingkup Wilayah
            Ruang lingkup wilayah studi dari laporan ini adalah Kecamatan Balikpapan Tengah. Adapun batas-batas Kecamatan Balikpapan Tengah antara lain:
Sebelah Utara             : Kecamatan Balikpapan Utara
Sebelah Timur            : Kecamatan Balikpapan Selatan
Sebelah Selatan         : Kecamatan Balikpapan Selatan
Sebelah Barat             : Kecamatan Balikpapan Barat

            Berikut adalah peta batas administrasi Kecamatan Balikpapan Tengah, Kota Balikpapan:
Gambar 1.1 Peta Batas Administrasi Kecamatan Balikpapan Tengah

Sumber: BAPPEDA Kota Balikpapan

BAB II DASAR TEORI
2.1       Fasilitas Peribadatan
Kualitas kehidupan beragama dapat dilihat dari kesadaran masyarakat itu sendiri untuk mengimplementasikan agamanya dan dengan adanya sarana peribadatan dapat mendukung aktivitas keagamaan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986) fasilitas peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani yang perlu disediakan di lingkungan yang direncanakan sesuai dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan. Tempat peribadatan merupakan hal penting yang harus ada disetiap kota. Sarana tempat peribadatan tersebut dibangun untuk memenuhi kebutuhan spiritual umat beragama dalam melaksanakan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena berbagai macam agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat penghuni yang bersangkutan, maka kepastian tentang jenis dan jumlah fasilitas peribadatan yang akan dibangun baru dapat dipastikan setelah lingkungan perumahan dihuni selama beberapa waktu. Pendekatan perencanaan yang diatur adalah dengan memperkirakan populasi dan jenis agama serta kepercayaan dan kemudian merencanakan alokasi tanah dan lokasi bangunan peribadatan sesuai dengan tuntutan planologis dan religius.
Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya lahir sesuai konteks lingkungannya. Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani area tertentu (SNI 03-1733-2004).

2.2       Jenis-jenis Sarana Peribadatan
Menurut SNI 03-1733-2004, jenis fasilitas peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut dan tata cara atau pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya. Adapun jenis fasilitas peribadatan untuk agama islam sebagai berikut:
2.2.1    Masjid
            Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Selain tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan penting dalam aktivitas social kemasyarakatan hingga kemiliteran (Ambarwati, 2014).
Menurut SNI 03-1733-2004, masjid mempunyai beberapa jenjang sesuai dengan wilayah cakupannya, yaitu masjid warga, masjid lingkungan dan masjid kecamatan. Berikut merupakan standar penyediaan masjid.
a.         kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid warga dengan luas lahan minimal 600 m2
b.         kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid kelurahan dengan luas lahan minimal 3.600 m2
c.         kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan dengan luas lahan minimal 5.400 m2

2.2.1    Mushola
            Masjid yang berukuran kecil dan cakupan wilayah yang kecil disebut mushola, langgar atau surau (Ambarwati, 2014). Menurut SNI 03-1733-2004, standar penyediaan mushola membutuhkan 250 jiwa kelompok penduduk dengan luas lahan minimal 100 m2.
      Berkaitan dengan jenis dan jenjang fasilitas peribadatan, pola persebaran peribadatan dapat disesuaikan  dengan pola persebaran fasilitas kota yang lain. Indikator yang dapat digunakan antara lain pola persebaran perumahan dan permukiman, pola persebaran kegiatan pendidikan, dan pola persebaran kependudukan (Kodoatie, 2003).
    Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua jenis peribadatan, yaitu masjid dan mushola dengan luas minimal lahan masing-masing yaitu 100 m2 dan 600 m2. Selain mengidentifikasikan persebaran fasilitas peribadatan menggunakan indikator wilayah, juga dapat menggunakan persebaran berdasarkan pola persebaran perumahan dan permukimannya.

BAB III METODOLOGI
3.1       Metodologi
3.1.1 Survey Primer
            Langkah awal untuk mengetahui persebaran peribadatan di Kecamatan Balikpapan Tengah ialah dengan melakukan survey primer untuk menghitung dan mengetahui posisi fasilitas peribadatan yang ada serta kondisi eksistingnya. Yang dimaksud dengan kondisi eksistingnya ialah bagaimana keadaan peribadatan pada Kecamatan Balikpapan Tengah ini, serta berapa jumlahnya. Dalam survei primer ini tidak didapatkan data berupa jangkauan, melainkan dengan SNI lalu dilakukan Buffer pada aplikasi GIS pada metode selanjutnya.

3.1.2 Buffer
Untuk mendapatkan peta persebaran peribadatan Kecamatan Balikpapan Tengah digunakan aplikasi GIS dan untuk menganalisis sarana peribadatan tersebut maka digunkan analysis tools Buffer. Buffer ini merupakan analisa spasial yang menghasilkan area berjarak sesuai dengan masukan metrik dan buffer bertipe polygon. Pada Kecamatan Balikpapan Tengah terdapat fasilitas peribadatan yaitu masjid dan mushola/langgar yang masing-masing memiliki radius atau jarak terluar pelayanan dari titik pusat fasilitas peribadatan, sesuai dengan standarisasi keterjangkauan fasiilitas umum yang berlaku. Berikut adalah metode buffer yang digunakan dalam menganalisa keterjangkauan fasilitas peribadatan yang terdapat di Kecamatan Balikpapan Tengah:
 
Gambar 3.1 Proses Analisis Buffer Fasilitas Peribadatan Kecamatan Balikpapan Tengah pada Aplikasi GIS
Untuk sarana ibadah agama Islam, luas lahan minimal direncanakan sebagai berikut:
a.    Musholla/langgar dengan luas lahan minimal 45 m2;
b.    Masjid dengan luas lahan minimal 300 m2;
c.     Masjid kelurahan dengan luas lahan minimal 1.800 m2;
d.    Masjid kecamatan dengan luas lahan minimal 3.600 m2;
Untuk agama lain, kebutuhan ruang dan lahan disesuaikan dengan kebiasaan penganut agama setempat dalam melakukan ibadah agamanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kebutuhan Sarana Peribadatan
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN ANALISA

1.1         Gambaran Umum Wilayah Studi
            Wilayah studi pada pembuatan dan analisis peta untuk kebutuhan sistem informasi perencanaan terletak pada Kecamatan Balikpapan Tengah, Kota Balikpapan. Letak geografis Kecamatan Balikpapan Tengah berbatasan dengan Kecamatan Balikpapan Utara pada sebelah utaranya, berbatasan dengan Kecamatan Balikpapan Selatan pada sebelah timur dan selatannya, dan berbatasan dengan Kecamatan Balikpapan Barat pada sebelah baratnya.
Kecamatan Balikpapan Tengah mempunyai wilayah seluas 11,07 km2 dengan ketinggian 0-25 meter dari permukaan air laut. Kecamatan Balikpapan Tengah terbagi menjadi 6 (enam) kelurahan dan 323 RT. Adapun 6 kelurahan tersebut adalah Kelurahan Gunung Sari Ilir, Gunung Sari Ulu, Mekar Sari, Karang Rejo, Karang Jati dan Sumber Rejo.
Kecamatan Balikpapan Tengah mempunyai jumlah penduduk sebesar 119.167 jiwa penduduk dengan agama yang berbeda-beda. Terdapat tiga agama yang dianut oleh penduduk di Kecamatan Balkpapan Tengah, yaitu agama islam, kristen dan katolik. Berikut merupakan jumlah pemeluk agama yang dianut oleh penduduk di Kecamatan Balikpapan Tengah:
Tabel 4.1 Jumlah Pemeluk Agama Islam, Kristen dan Katholik di Kecamatan Balikpapan Tengah tahun 2015
No.
Kelurahan
Islam
Kristen
Katholik
1.
Gunung Sari Ilir
19.253
5.023
629
2.
Gunung Sari Ulu
14.385
1.972
390
3.
Mekar Sari
12.811
1.578
232
4.
Karang Rejo
25.473
1.550
262
5.
Karang Jati
14.102
533
155
6.
Sumber Rejo
19.409
2.111
381
Jumlah
105.433
12.767
2.049
Sumber: Kecamatan Balikpapan Tengah dalam Angka, 2016
Dalam menjalankan ibadah dari masing-masing agama, lazimnya memerlukan fasilitas peribadatan sesuai dengan agamanya masing-masing. Kegiatan ibadah yang sangat rutin mempengaruhi penyediaan fasilitas peribadatan disekitar hunian yang mudah terjangkau oleh penduduk. Adapun fasilitas peribadatan yang terdapat di Kecamatan Balikpapan Tengah yang dianalisis adalah masjid dan mushola/langgar. Berikut jumah dan persebaran fasilitas peribadatan Kecamatan Balikpapan Tengah:
Tabel 4.2 Jumlah Masjid dan Mushola/Langgar Kecamatan Balikpapan Tengah tahun 2015
No.
Kelurahan
Mushola/Langgar
Masjid
1.
Gunung Sari Ilir
8
12
2.
Gunung Sari Ulu
11
6
3.
Mekar Sari
10
5
4.
Karang Rejo
17
10
5.
Karang Jati
9
11
6.
Sumber Rejo
15
9
Jumlah
77
48
Sumber: Kecamatan Balikpapan Tengah dalam Angka, 2016.

4.2         Analisa Cakupan Pelayanan
            Jika kita melihat persebaran mushola dan masjid pada Kecamatan Balikpapan Tengah saat ini, maka dapat dilakukan Analisa cakupan persebaran dengan menggunakan standar : SNI 03-1733-2004 tentang kebutuhan sarana peribadatan sebagai berikut:

4.2.1  Analisa Cakupan Pelayanan Masjid
            Dengan jumlah masjid pada Kecamatan Balikpapan Tengah yaitu sebanyak 48 unit. Berikut peta radius cakupan pelayanan masjid saat ini berdasarkan Standar SNI 03-1733-2004 tentang kebutuhan sarana peribadatan
Gambar 4.1 Peta Radius Cakupan Pelayanan Masjid Pada Kecamatan Balikpapan Tengah

Dari peta tersebut dapat diketahui jika skala cakupan masjid yang berada pada Kecamatan Balikpapan Tengah sebenarnya tidak tepenuhi Karena ada beberapa wilayah pada Kecamatan Balikpapan Tengah yang tidak terkena radius dalam pelayanan masjid. Dengan luas total wilayah yang terlayani adalah 3705 m2 , dan luas wilayah yang tidak terlayani pada Kecamatan Balikpapan Tengah adalah 242 m2.
4.2.2 Analisa Cakupan Pelayanan Mushola
            Dengan jumlah mushola  pada Kecamatan Balikpapan Tengah yaitu sebanyak 77 unit. Maka dapat diketahui persebaran cakupan pelayanannya mushola berdasarkan Standar SNI 03-1733-2004 tentang kebutuhan sarana peribadatan sebagai berikut
Gambar 4.2 Peta Cakupan Pelayanan Mushola Pada Kecamatan Balikpapan Tengah 

            Dengan luas wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah yaitu 11,07 km2 maka dapat dilihat dari skala cakupan pelayanan dari Mushola pada peta diatas. Dapat diketahui bahwa mushola yang berada pada Kecamatan Balikpapan Tengah saat ini belum bisa melayani seluruh warga yang berada pada wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah itu sendiri. Masih banyak wilayah – wilayah yang belum memiliki mushola. Ini lah yang mengakibatkan mushola yang berada pada Kecamatan Balikpapan tengah belum bisa melayani warganya.

4.2.3 Analisa Cakupan Pelayanan Masjid Berdasarkan Peta Rencana Permukiman
            Peta rencana permukiman di Kecamatan Balikpapan Tengah berdasarkan RDTR Kota Balikpapan menggunakan sistem zonasi seperti perumahan kepadatan sangat tinggi, perumahan kepadatan tinggi, perumahan kepadatan sedang, perumahan industri kepadatan tinggi, dan perumahan industri kepadatan sedang. Berikut peta kawasan permukiman berdasarkan RDTR kota Balikpapan Tahun 2016
Gambar 4.3 Peta Rencana Permukiman  Pada Kecamatan Balikpapan Tengah
Sumber:RDTR Kota Balikpapan Tengah 2016
            Setelah mengetahui peta rencana permukiman di Kecamatan Balikpapan Tengah maka dapat di ketahui juga peta persebaran cakupan pelayanan masjid berdasarkan rencana permukiman RDTR kota Balikpapan. 
Gambar 4.4 Peta Cakupan Pelayanan Masjid  Berdasarkan Rencana Permukiman Kecamatan Balikpapan Tengah Sumber:RDTR Kota Balikpapan Tengah 2016

            Setelah mengetahui cakupan pelayanan masjid berdasarkan peta rencana permukiman dapat diketahui persebarannya bahwa fasilitas masjid yang berada Kecamatan Balikpapan Tengah sudah dapat melayani seluruh kawasan permukiman yang ada.  sehingga dapat diketahui jika kelurahan Karang Jati RT 34 dan 35, Kelurahan Gunung Sari Ulu RT 30, dan Kelurahan Sumber Rejo RT 48.

Gambar 4.5 Peta Cakupan Pelayanan Mushola Berdasarkan Rencana Permukiman Kecamatan Balikpapan Tengah Sumber:RDTR Kota Balikpapan Tengah 2016

            Dari peta diatas dapat di ketahui jika pelayanan Mushola di Kecamatan Balikpapan Tengah tidak mencakupi seluruh Kecamatan Balikpapan Tengah, persebaran mushola pada Kecamatan Balikpapan Tengah bisa di lihat pada tabel (4.2). persebaran tersebut terbilang tidak merata jika berpacu pada SNI tentang penyediaan sarana peribadatan.


BAB V  PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Pada Kecamatan Balikpapan Tengah memiliki jumlah masjid 48 unit dan mushola 77 unit dengan luas total wilayah 11,07 km2. Setelah dilakukan arahan pengendalian pelayanan fasilitas masjid didapatkan luas total wilayah yang terlayani adalah 3705 m2, dan luas wilayah yang tidak terlayani pada Kecamatan Balikpapan Tengah adalah 242 m2. Sedangkan untuk mushola masih banyak wilayah yang belum terlayani.
            Pada pelayanan terhadap persebaran permukimannya, didapatkan fasilitas masjid sudah mencakup semua wilayah permukiman di Kecamatan Balikpapan Tengah, sedangkan persebaran mushola tidak merata dan belum dapat melayani Kecamatan Balikapapan Tengah secara keseluruhan.

5.2 Rekomendasi
            Dari anaisis yg telh dilakukan maka dapat direkomendasikan untuk pembangunann masjid yang telah cukup, sedangkan masih perlunya pembangunan mushola dimana jika menggunakan acuan dari SNI tentang peribadatan maka dapat disesuaikan berdasarkan jumlah penduduk

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Lisa. Sistem Informasi Geografis Tempat Peribadatan Wilayah Surabaya. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya : Surabaya
Kodoatie, R.J. 2003. Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur. Yogyakarta:Penerbit Pustaka Pelajar

SNI 03-1733-2004 Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan

Untuk lebih jelasnya, peta dapat dilihat di website mango.map dengan link sebagi berikut